Hari Ketiga

Ini adalah hari ketiga saya menuliskan sebuah catatan di blog ini. Tentang tema dan pesan yang akan saya sampaikan, jujur hingga saya menuliskan kata-kata ini, masih belum ada dalam otakku apa yang hendak dituliskan. Maka saya biarkan jari-jari ini menari di atas keyboard dan nantinya setelah selesai akan saya ketahui apa yang akhirnya tertuliskan.

Meskipun bingung dan harus menulis apa, toh akhirnya saya berhasil menuliskan kebingungan ini. Bahkan tulisan yang sedang kamu baca ini sudah memasuki paragraph  kedua, lho… Jadi bisa dikatakan bohong, orang yang bingung mau menulis apa dan sering mengatakan, “Tidak ada ide”, “Saya ngga bisa” dan sederet kalimat lain yang menyatakan ketidakberdayaan menulis. Padahal kalau dilihat secara teliti, satu hal yang menghambat kita tidak bisa menulis adalah tidak membiasakan dan tidak mau berusaha untuk membiasakan.

Akhirnya saya jadi teringat kata-kata pak Aguk Irawan penulis novel Haji backpacker itu. Ketika menyampaikan materi kepenulisan di gor, pada acara yang diadakan oleh Ma’had Aly  Al Hikmah 2, saran beliau ketika kita ingin menulis –apapun itu tulisannya, bisa novel, buku ilmiyah dan yang lainya- beliau memberikan trik dengan cara membuat daftar pertanyaan. Gunakan kalimat tanya mengapa dan bagaimana untuk memancing ide-ide yang ada dalam tempurung otak kita. Jika sudah ada pertanyaan-pertanyaan seperti itu, nantinya kita mau tidak mau harus menjawab pertanyaan tersebut dan nalar kita akan dituntut untuk merangkai kata-kata. Jika sudah merangkai kata-kata, kita akan berusaha untuk memperbagus kalimat agar ide dan pesan yang kita bawakan betul-betul tersampaikan kepada orang yang membaca tulisan tersebut.

Kalau dalam ilmu Bahasa Arab, aktivitas menyampaikan pesan agar betul-betul sampai kepada penerimanya sesuai keinginan orang yang berbicara, itu disebut dengan Ilmu Balaghah. Balaghah berasal dari kata ba-la-gha (bulugh, baligh) yang artinya “sampai”, “tumeko” oleh karena itu seorang anak yang sudah ‘sampai’ pada usia tertentu dengna ciri keluar air mani pada anak laki-laki dan keluar darah haid pada anak perempuan disebut dengan akil baligh. Saya ulangi balaghah itu artinya sampai. Sampainya pesan dari seorang yang berbicara kepada orang yang diajak berbicara.

Terkadang permasalahan muncul ketika tingkat kecerdasan seseorang yang menerima pesan itu berbeda dari satu orang ke orang yang lan. Jika kita menyampaikan suatu pesan, bagi orang yang memang cerdas, maka cukup satu kali disampaikan, pesan tersebut sampai dengan selamat kepada mukhatab (orang yang diajak berbicara). Ia langsung memahaminya dengan baik. Tapi bagi orang yang kecerdasannya di bawahnya, mungkin butuh penjelasan lain dan kalimat tambahan agar orang ini bisa memahaminya dengan baik. Bahkan bagi orang yang lebih buruk lagi kecerdasannya, ia harus mendengarkan berkali-kali dan orang yang berbicara ini harus menambahkan kalimat penjelas agar pesan tersebut sampai kepadanya. Kondisi audience yang berbeda-beda inilah yang menuntut seorang pembicara bisa menyampaikan sebuah pesan dengan cara yang baik yang bisa diterima oleh semua orang. Sampaikan dengan bahasa sederhana dan jika kemampuan bahasa pembicara ini bakgus, maka ia tidak hanya menyampaikan asal sampai, tapi juga akan disampaikan dengan indah dan bagus yang dalam bahsa kita disebut sastrawi.

Penyampaian materi, ide atau gagasan ini tentunya tidak hanya melalui bahasa lisan. Ia juga berlaku untuk bahasa tulisan.

Bahkan kita sering mendapati orang-orang dengan retorika bagus dan mencenangkan tapi ketika membaca tulisannya kita seperti kebingungan. Seolah tulisannya yang kita baca ini bukan dia banget. Dalam menyampaikan bahasa lisan dia bisa menggebu dan membuat audience tersihir. Mata audience bisa terus menyala dan konsentrasi selalu penuh memperhatikan apa yang disampaikan. Tapi ternyata tulisannya tidak segagah dan sehebat omongannya. Maka orang yang seperti ini mungkin belum terbiasa dengan bahasa tulis meskipun mungkin tiap hari berceramah dan berbicara berjam-jam.

Padahal kalau kita amati, ke depan, dua kemampuan bahasa; lisan dan tulis ini adalah media dan aktivitas sangat menentukan bagi siapa saja yang ingin tampil. Bahkan kalau mengikuti motivator-motivator kepenulisan, “Bagi siapa saja yang ingin kekal abadi maka haruslah menulis”. meski tidak seratus persen saya sepakat dengan tulisan ini, namun tidaklah mengapa untuk menyemangati supaya mau menulis. saya pernah menuliskan tentang hal ini di catatan sebelumnya.

Bahkan tingkat ulama dunia pun, saya melihat perbedaan bahasa tulis dan lisan pada mereka. Ada ulama-ulama yang sangat hebat dalam menulis tapi ketika dalam ceramah, beliau tidak menggebu dan tidak sehebat bahasa tulisnya. Salah satu ulama yang saya kagumi dan saya baca bukunya juga ikuti muhadarah dan ceramahnya yang dua-duanya hebat, dan paling favorit buatku adalah Syekh Yusuf Qardawy hafidzahullah. Baik bahasa tulis dan bahsa lisannya, saya menyukainya. Penilaian ini tentu sangat subjektif dan orang lain boleh sekali berbeda denganku. Tapi cukuplah karangan-karangan beliau yang sangat banyak itu membuktikan bahwa beliau adalah penulis hebat. Tidak hanya banyaknya karangannya. Tapi banyak dan laku yang diistilah kita disebut best seller. Hampir semua karangan beliau itu best seller. Bahkan beliau sekarang sedang merampungkan karya paling agung yang penulisannya belum juga selesai. Beliau sedang menulis sebuah mausuah (ensiklopedi) yang jumlah bukunya diprediksi mencapai seratus jilid lebih. Di beberapa kesempatan beliau menyampaikan hal tersebut.

Padahal kalau melihat usianya yang sudah mendekati 100 tahun, orang sesepuh beliau sudah harus banyak istirahat. Beliau yang 2020 ini usianya 94 tahun, menghabiskan hari-harinya di perpustakaannya. Sesekali menerima tamu sebagi istirahat dari aktivitas menulisnya. Menerima tamunya pun juga di perpustakaan itu. Ini tentang bahasa tulis beliau.

Kalau bahsa lisannya, silahkan dicek sendiri ceramah-ceramah beliau yang banyak tersebar di youtube. Untuk saat ini tentu, bahasa lisan beliau sudah tidak sejelas dulu ketika masih muda. Bahkan sekarang bahasa lisan beliau sudah sangat berbeda. Untuk bahasa lisan beliau, sebagai bukti betapa beliau hebat dalam beretorika dan bagus public speakingnya, adalah rekaman caeramah-ceramah beliau waktu masih sehat yang di youtube tadi.

Tuh kan, benar. Ketika kemudian saya biarkan jari ini bergerak-gerak di atas keyboard ia terus bergoyang hingga menuliskan sampai di titik ini.

Bahkan akhirnya ide-ide itu muncul berebut untuk dituliskan. Dan mungkin kesimpulan catatan hari ini adalah, bahwa menulis haruslah selalu dilatih untuk dibiasakan hingga ia menjadi habit yang ketika kita meninggalkannya seolah ada yang kurang dari hidup kita”

Selamat menunaikan shalat maghrib, kutilis catatan ini menjelang maghrib dan berakhir ketika muadzin mulai mengumandangkan adzan, menyeru muslimin untuk menghadap gusti Allah menunaikan kewajiban hariannya.

Terakhir, selalulah minta pertolongan pada Allah dan jangan lemah!

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *