Semua Manusia itu Rugi, Kecuali,,,

Hari ini hari Ahad. Setelah hari ini, besok bernama senin, setelah senin ada hari selasa dan setelahnya ada rabu, kamis, jumat, sabtu dan kembali lagi hari Ahad.

Begitu terus berputar dari ahad sampai sabtu. Inilah yang disebut dengan siklus minggu. Satu minggu terdiri dari tujuh hari. Jika minggu-minggu itu berkumpul sebanyak empat minggu, perkumpulan ini disebut dengan bulan. Bulan berkumpul sebanyak dua belas dan kelompok ini mereka namakan tahun. Jadi satu tahun adalah kumpulan dari dua belas bulan, satu bulan adalah kumpulan dari empat minggu dan satu minggu adalah kumpulan dari tujuh hari.

Waktu terus berputar dan tidak mungkin bisa kembali meski kau panggil berkali-kali.

Ada banyak hal yang tentunya kita sesali di waktu-waktu yang sudah dilalui. Capaian yang tak tergapai, target yang belum tercapai, ini itu yang harusnya sudah didapatkan tapi ternyata masih jauh dari harapan. Itulah manusia. Sering menyesali atas berlalunya waktu karena tidak pandai memanfaatkannya.

Di sisi yang lain, si manusia ini malah sibuk melambungkan angan. Nanti akan ini dan itu. Merencanakan dan memplaning sesuatu. Imajinasinya kemana-mana.

Padahal manusia itu hidup untuk hari ini. Tetapi sering kali yang dipikirkan adalah yang telah lalu dengan menyesalinya dan yang akan datang yang belum pasti dengan berangan berandai-andai. Sementara dengan tugas dan kewajiban hari ini sering kali ia terlupakan dan tidak serius dalam menjalaninya. Baru setelah hari ini dilewati, penyesalan mulai menghantui.

Seorang bijak mengatakan, “Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang kita punya”. Pernyataan ini, bagi orang yang tidak sibuk dengan aktivitas, susah untuk memahaminya. Terutama bagi para pengangguran. Orang yang tidak punya aktivitas akan sangat merasakan betapa waktu adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Tidak ada istimewaanya sama sekali. Padahal bagi orang yang punya kesibukan, ia akan sangat kekuarangn durasi 24 jam sebagai waktu yang ia punya. Rasanya ia ingin membeli waktu-waktu yang dimiliki oleh para pengangguran yang menghabiskan waktunya di jalananan untuk nongkrong bernyanyi bercanda ria.

Waktu adalah obat. Waktu adalah jawaban. Waktu adalah segalanya.

Waktu menjadi obat paling mujarab ketika misalnya kamu dengan kawan akrabmu suatu ketika punya masalah. Kamu yang sedang bercanda dengannya tiba-tiba keluar dari mulutmu sebuah kalimat yang menyakiti temanmu. Suasana yang tadinya cair berubah beku dan kaku. Gelak tawa terhenti dan sejak saat itu, kamu untuk menyapa kawan dekatmu itu tidak lagi  mudah. Ada rasa dan beban berat gara-gara ucapan bercandamu itu. Tapi setelah sehari, dua hari, tiga hari dan berhari-hari lamanya, kondisi itu mulai berubah. Kalian berdua yang tadinya tidak pernah tegur sapa, tiba-tiba temanmu itu memulai untuk menyapa terlebih dahulu. kamu membalasnya dan akhirnya kondisi kembali memulih. Tapi siapa yang mengobati kondisi ini? waktulah yang mengobatinya.

Kamu yang putus cinta, ditolak oleh wanita. Begitu ditolak sakitnya sangat terasa. Tapi setelah satu dua hari, sakit itu masih terasa juga. Tapi setelah satu dua bulan, sakitnya mulai mereda. Setelah satu tahun, sudah sembuh dari rasa sakit itu. Waktu lah yang mengobatinya.

Waktu juga yang akhirnya menjawab ketika kita dulu pada waktu masih duduk di bangku aliyah, bertanya kira-kira nanti saya mau kuliah di mana? Dan kini jawabanya sudah ada bahkan sudah lulus dari bangku kuliah.

Waktu jugalah yang akan mengabarkan pada kita mau jadi apa kita nantinya. Kondisi hiruk pikuk kegaduhan politik yang kita alami seperti hari-hari ini yang menimbullkkan banyak pertanyaan, waktu jugalah yang akan menjawabnya.

Waktu…

Ia adalah harta paling berharga bagi setiap orang. Siapa saja yang bisa menggunakannya dengan baik ia akan beruntung. Siapa saja yang tidak cakap dalam menggunakan waktu, ia akan rugi.

“Demi waktu, sesungguhnya manusia pasti dalam kerugian” inilah bunyi salah satu sumpah Allah. Allah bersumpah atas nama waktu. Karena ia memang pantas untuk menjadi alat sumpah. Karena waktu memang sesuatu yang sangat besar. Tidaklah Allah bersumpah dalam alqur’an kecuali dengan menggunakan sesuatu yang agung.

“Demi waktu, Sesungguhnya manusia pasti dalam kerugian”

Kalau kita perhatikan ayat di atas, Allah ingin mengabarkan kepada kita bahwa manusia itu dalam kondisi merugi. Jika Allah yang berfirman tentu kita sebagai hambaNya tidak lagi butuh ketegasan dariNya. Cukuplah bahwa Ia yang berfirman dan semua firmanNya adalah benar.

Namun, untuk meyakinkan kita manusia-manusia yang bebal yang sering lalai, Gusti Allah bahkan bersumpah untuk meyakinkan kita. Tidak hanya sumpah tetapi Ia juga memberikan huruf taukid untuk meyakinkan kita tentang kondisi manusia yang merugi. Bahkan taukid yang digunakan oleh Allah tidak hanya sekali tapi dua kali. Ada double taukid di ayat pertama surat al asr itu.

  1. Allah bersumpah dengna firmanNya, “Demi Waktu” (wal asri) ini pertama
  2. Allah menggunakan huruf taukid innal insaana (sesungguhnya manusia) lafi husrin (pasti dalam kondisi merugi) lafal inna dan la pada kalimat lafihusrin adalah dua taukid. Yang jika dibuang dua taukid itu maka lafalnya menjadi seperti ini, al insanu fi husrin. (Manusia itu merugi) tapi oleh Allah agar kita lebih yakin lagi, lafalnya menjadi innal insaana lafi husrin (sesungguhnya manusia pasti dalam kondisi merugi) dan sebelum itu semua, Allah awali dengan sumpah. wal asri. demi waktu
  3. Tapi ada pengecualian. Iya semua orang pasti dalalm kondisi rugi, kecuali mereka orang-orang yang “illalladziina aa manu, wa’amilushalihati, watawasaubil haqqi, watawasubish shabr” kecuali orang-orang yang beriman dan saling menasehati dalam kebaikan dan saling menaehati dalam kesabaran. Hanya mereka itulah yang tidak masuk dalam golongan orang-orang yang merugi. Jika tidak beriman dan tidak saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, maka diapstikan kita adalah manusia yang merugi.

Dan waktu terus berjalan mengantarkan kita pada detik ini. sudahkah kita menasehati teman, saudara dan orang-orang di sekitar kita dalam kebaikan dan kesabaran? Apakah kita termasuk orang yang merugi kelak di akherat nanti? Semoga dan kita selalu meminta kepada Allah agar selalu diberi taufiq untuk melakukan kebaikan hingga kita bukan termasuk orang-orang yang merugi. Namun seperti apa kelak, biarkan waktu nanti yang akan menjawabnya.

Terakhir, selalulah meminta pertolongan pada Allah ta’ala dan jangan lemah!

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *